Penulispro.com - Jika kita cermati, ternyata ada banyak orang di sekitar yang mengalami depresi, atau boleh jadi, kita sendiri pernah atau sedang depresi? Depresi pun menjadi bahan obrolan yang sering kita dengar, yang kemudian memunculkan banyak mitos seputar depresi. Salah satunya adalah depresi disebabkan karena kesedihan. Benarkah?
Sebelum menjawab benar atau tidaknya mitos seputar depresi, ada baiknya kita mengetahui pengertian depresi itu sendiri. Menurut Beck dan Alford (2009), depresi adalah sebuah gangguan psikologis yang ditandai dengan penyimpangan perasaan, perilaku individu, dan kognitif.
Individu yang mengalami gangguan depresi, biasanya merasakan penurunan kualitas konsep diri (merasa diri tidak berarti), mengalami kesepian (loneliness), kesedihan, serta menarik diri dari lingkungan sosialnya. Nah, boleh jadi dari sinilah yang kemudian memunculkan mitos seputar depresi itu berasal dari kesedihan.
Rasa sedih dianggap merupakan simptom atau gejala yang lazim dirasakan atau terlihat ketika seseorang mengalami depresi. Karena tidak mungkin jika orang bahagia atau ceria, mereka mengalami depresi? Kira-kira itu anggapan umum yang diyakini sebagian besar orang. Depresi pasti karena orang itu sedih.
Baca Juga: Meski Anak Kehilangan Bahasa Pertama Tetap Ada Bekas di Otak
Seputar Depresi
Ternyata, faktanya tidak sesederhana itu. Tidak selamanya orang sedih akan berakhir pada depresi. Dan bukan jaminan seseorang yang terlihat selalu ceria, ia terjauh dari depresi. Inilah contoh mitos seputar depresi yang salah.
Berbagai penelitian menemukan jika penyebab depresi bukan karena faktor atau variabel tunggal. Tapi ada banyak faktor penyebabnya, seperti penyalahgunaan obat terlarang dan alkohol, memiliki riwayat gangguan kesehatan mental dalam keluarga, selalu bergantung kepada orang lain, dan tidak memiliki rasa percaya diri (konsep diri negatif).
Depresi juga diduga kuat terkait dengan ciri kepribadian tertentu, yaitu kecenderungan terlalu keras pada diri sendiri, pesimis, dan terlalu keras menilai atau menetapkan standar individu. Contoh, seseorang yang kepribadiannya tipikal perfeksionis, memiliki kemungkinan lebih besar mengalami depresi dibanding kepribadian easy going saat ia dalam periode stres atau frustasi.
Fakta lainnya, perempuan memiliki kecenderungan lebih besar mengalami depresi dibandingkan laki-laki. Diduga karena sisi emosional perempuan lebih besar daripada rasional lelaki, walau pendapat ini masih dalam ranah perdebatan.
Bom Waktu
Jika kita mengacu pada Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ-III), maka seseorang didiagnosa mengalami depresi jika mengalami gejala depresi dalam kurun waktu tertentu, minimal sudah lebih dari dua tahun. Baik itu depresinya sewaktu-waktu (episode depresi) atau depresi berulang.
Depresi jangan dianggap remeh. Karena depresi bukan sekadar penurunan kualitas hidup seseorang (tidak bahagia), tapi depresi juga membuat orang tersebut menjadi tidak produktif. Dan hal paling mengerikan dari depresi adalah fakta bahwa orang yang bunuh diri (suicide), berawal dari depresi. Dengan kata lain, depresi yang tidak segera ditangani, akan mengarah pada keinginan orang tersebut untuk mengakhiri hidupnya.
Jadi, bila kita menemukan orang terdekat atau diri kita sendiri terindikasi depresi, segera ambil tindakan tepat. Cari orang yang dipercaya untuk mendengarkan dan memahami keresahan hati. Atau, hubungi tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater yang dapat mengurangi tingkat depresi yang dirasakan.